-->
Nyalakan.com

follow us

Sastra Indonesia Dan Skeptisme (Bahagian Dua)

Nyalakan.com - Hal kedua yang membuat saya agak bingung, berkaitan dengan Sastra Indonesia dan Skeptisismer, adalah ketika orang bertanya apa yang kamu pelajari di dalam jurusan Sastra Indonesia dan mau jadi apa?

Ya, sudah jelas kan ya. Di Jurusan Sastra Indonesia, pastilah hal-hal yang dipelajari segala hal yang berhubungan dengan bahasa Indonesia. 

Hal yang paling penting adalah jurusan ini mengajarkan konsep tata bahasa Indonesia yang paling tidak berperan dalam pertahanan bahasa. Belum cukup itu, penyelidikan tentang akar kata, proses pembentukannya, gabungan dengan imbuhan serta efeknya, dan standar baku pembentukan kalimat terus dilakukan. Sedikitnya ahli bahasa Indonesia, membuat beberapa gejala dalam bahasa Indonesia masih sulit dijelaskan. Hal ini akan menimbulkan banyak pengecualian-pengecualian dalam konsep gramatikal bahasa. Semakin banyak pengecualian, semakin sulit sebuah bahasa dipelajari. Semakin belum jelas tata aturan dalam bahasa yang merupakan identitas bangsa ini.

Bahasa Inggris yang dengan pe-de-nya menghadirkan buku-buku grammar adalah salah satu contoh bahasa yang telah banyak dikaji sehingga para ahli bahasa mereka pun mampu mendeskripsikan gejala-gejala bahasa mereka. Dengan demikian, ketika orang asing ingin mempelajari bahasa Inggris, mereka akan merasa mudah. Bahasa Inggris pun memiliki jumlah penutur yang banyak. Kamus mereka selalu diperbaharui, dijual, dan dikirim ke penjuru dunia. Tesaurus disuburkan. Umur bahasanya menjadi panjang. Identitas negara asal bahasa tersebut pun semakin dikenal banyak orang. Lah, bahasa Indonesia? Masih panjang perjalananmu, Nak.

Mengapa konsep grammar atau tata bahasa Indonesia perlu dibakukan juga? Jawabannya adalah pertahanan bahasa. Kelak, akan banyak orang asing yang menuntut agar bahasa Indonesia lebih mampu dijelaskan dalam bentuk sederhana. Kelak akan muncul komputer berbahasa Indonesia sehingga orang paling tua sekalipun merasakan keramahan komputer-bahkan kita telah menghambat ilmu pengetahuan mengalir lewat komputer ke orang-orang yang tidak mengerti bahasa Indonesia. Di Jepang atau Korea tentu hal ini tidak terjadi karena semua bahasa dalam sistem operasi komputer telah diubah ke bahasa mereka.

Kelak, semua industri yang masuk ke Indonesia, akan masuk dengan cara mengetuk dan meminta izin terhadap bahasa kita. Mereka akan dengan ramah mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia dan tidak semena-mena memaksa bangsa kita untuk mengobrol dalam bahasa mereka—Anehnya bangsa kita tidak malu ketika orang asing mengajak mereka berbicara dengan bahasa orang asing tersebut. Padahal, artinya sama saja bahwa orang asing tersebut paling tidak sedang “meremehkan” bahasa Tanah Air ini.

Dan tentu saja, kelak, jika sekitar 700 bahasa daerah di Tanah Air ini telah lambat-laun kehilangan penuturnya, aturan baku bahasa Indonesia harus dirumuskan untuk menjaga kekonsistenan di bidang-bidang formal. Yang juga akan menjaga keberlangsungan keeksisan negara ini.

Percayalah ada beberapa lulusan Sastra Indonesia saat ini yang menelusuri manuskrip tua hanya sekadar mempelajari akar kata, memisah-misahkan mana kata milik nenek moyang kita dan mana yang tidak. Ada banyak pula yang berupaya mencari-cari padanananya. Kadang mereka tidak dibayar karena sedikit sekali orang yang menyadari hal ini. Beberapa orang bekerja di luar sana menjaga perekonomian dan teknologi, kami, para lulusan Sastra Indonesia akan setia menjaga kata. Menjaga ciri paling khas dari bangsa ini. Menjaga peradaban. Menjaga identitas.

Di paragraf ini apa masih ada yang mau bertanya di Jurusan Sastra Indonesia saya mempelajari apa? Mempelajari hati kamu lah, saya mah, kuliah tidak pernah serius, kok.

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar