-->
Nyalakan.com

follow us

Prioritaskan Pasangan Bukan Anak, Nah lho?

Sering hubungan suami istri menjadi hambar karena suami atau istri sudah tidak memperhatikan pasangan sebab larut dalam hubungan dan curahan perhatian kepada anak. Semisal dulu sebelum memiliki anak, istri sering menyajikan makanan favorit suami. Pun suami sering menanyakan kabar istri. Namun setelah memiliki anak pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya seolah perhatian kepada pasangan sudah mulai terkikis. Bila dalam kondisi pasangan dan anak sedang sama-sama membutuhkan perhatian siapa yang akan kita prioritaskan?

Banyak pendapat yang mengatakan seharusnya dan sudah sepantasnya kita menumpahkan perhatian terhadap buah hati karena anak yang kurang perhatian akan terganggu proses tumbuh kembangnya. Apalagi anak-anak masih kecil belum dapat mengurusi dirinya sendiri. Sebaliknya pasangan cukup diberi pengertian pastilah akan paham mengenai kesibukan yang ada. Begitu terfokusnya perhatian kepada anak sampai-sampai terkadang lupa kalau pasangan juga membutuhkan kasih sayang. Abai terhadap pasangan pun dirasa tidak menjadi sebuah kesalahan karena sudah pendapat umum kalau keromantisan rumah tangga cukuplah hanya di awal pernikahan saja. Lagipula bukankah pasangan sudah dewasa dan bisa merawat dirinya sendiri?

Bila sudah memiliki putra-putri fokuslah karena mereka adalah darah daging dan tidak ada yang namanya mantan anak. Berbeda dengan pasangan yang telah biasa menjadi mantan suami atau mantan istri yang pengesahannya hanyalah pada lembaran putih di atas hitam. Kira-kira demikianlah alasan yang dikemukakan mengapa tiada rasa salah saat semua perhatian habis tercurah pada si buah hati. Tentulah orang tua harus menyayangi anak dengan sepenuh hati namun janganlah kiranya kehadiran anak dalam keluarga malah membuat hubungan manis suami istri menjadi terasa hambar.

Hendaknya jangan sampai timbul perasaan suami hanya sebagai pencari mata pencaharian dan istri hanya sebagai pengasuh anak. Keduanya masih sama-sama membutuhkan perhatian dan tempat untuk mencurahkan perasaan atas beban berat yang ditanggung selama seharian. Baik suami dan istri masih membutuhkan penopang dan dukungan yang membuatnya merasa dibutuhkan. Betapa sering suami istri mengeluhkan kurangnya perhatian pasangan padanya setelah kelahiran anak pertama termasuk dalam kehidupan seksual.

Saat suami atau istri memilih antara mengutamakan kepentingannya dirinya atau anaknya sendiri maka sebagai orang tua yang baik sudah seharusnya mengutamakan kepentingan anak lebih dari kepentingan diri sendiri. Namun saat harus memilih kepentingan pasangan atau anak, sedapat mungkin utamakan dahulu kepentingan pasangan. Mungkin tidak mudah namun ini bisa membangun keharmonisan dalam keluarga. Seorang istri atau suami sedikit banyaknya akan merasa sedih bila melihat pasangannya hanya memperhatikan anak-anak dan mengabaikan dirinya.

Sebaliknya, menurut pengalaman pribadi saya yang merasa bapak saya sangat memperhatikan mama saya, alih-alih merasa terluka saya justru akan bangga melihat bapak lebih mengasihi mama saya lebih daripada saya sendiri. Kasih papa yang besar kepada mama pun kasih mama yang besar kepada papa adalah kabar baik bagi si anak dan tidak perlu meminta pengertian anak, dia pasti akan sangat merestui sang bapak yang melebihkan perhatian kepada sang ibu.

Saya pikir, selama anak dalam kondisi baik-baik saja tidak salah suami atau istri memprioritaskan pasangan karena kondisi ‘bertabrakan kebutuhan perhatian lebih’ seperti ini tentu tidak akan sering terjadi. Bila memungkinkan hindarilah kalimat seperti, “Terserah loe lah yang penting anak-anak aman!” atau, “Jangan hapean aja loe, urusin tuh anak-anak!” Kalimat sejenis ini bisa melukai pasangan. Lebih baik memilih kalimat, “Nak, jaga mama yah. Papa kerja dulu” atau “Nak, mama pergi sebentar yah, ntar ingetin papa makan yah”. Inti dari tulisan ini bukanlah untuk mengabaikan perhatian kepada anak namun lebih kepada mengajak pasangan untuk tetap menjaga perhatian dan kehangatan satu sama lain dalam keluarga.

Rasa sayang kepada anak itu sudah pasti ada dalam diri masing-masing orang tua namun sebaiknya jangan mengabaikan pasangan dan senantiasa meluangkan waktu berdua. Bila tetap memperhatikan pasangan maka bukan hanya hubungan suami istri yang langgeng namun anak juga akan bahagia dan bertumbuh menjadi anak yang sehat secara mental karena melihat orang tua yang akur dan saling menghargai. Lagipula bukankah pasanganlah yang menjadi belahan jiwa kita yang akan menemani dan mendampingi kita sampai tua? Bukankah bersamanya kita berjanji di hadapan Kuasa untuk terus menemani dalam suka dan duka dengan atau tanpa kehadiran anak?

Ditulis oleh Rahayu Damanik

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar